Selasa, 22 Maret 2016

MY WORLD AND IMAJINE

PUISI


BAGAIMANA KALAU
karya : Taufik Ismail


Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,
tapi buah alpukat,
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah,
dan kepada Koes Plus kita beri mandat,
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,
dan ibukota Indonesia Monaco,

Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas,
salju turun di Gunung Sahari,
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin
dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop,
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia
dibayar dengan pementasan Rendra,
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,
dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,

Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya,
Sehingga dikamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan margasatwa Afrika,
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil
mempertimbangkan protes itu,
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita
pelihara ternak sebagai pengganti
Bagaimana kalau sampai waktunya
kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi.

[Bagaimana Kalau - Taufiq Ismail]

Minggu, 20 Maret 2016

keperawatan jiwa



A.    Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa
a.       Sejarah keperawatan jiwa di dunia
Keperawatan jiwa mulai berkembang di dunia pada tahun 1770. Hal ini disebabkan seiring dengan kejadian penanganan pada orang dengan penyakit mental. Penanganan yang di lakukan pada awal perkembangan terhadap orang dengan penyakit mental dianggap terlalu primitif dan kejam. Adapun persepsi tentang keperawatan jiwa di mulai dari masa peradaban sampai sekarang.

1.      Zaman mesir kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang di otak. Banyak cara yang dilakukan untuk mengusir roh tersebut agar penderita sembuh. Salah satunya dengan membuat lubang pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut, terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala orang yang pernah mengalami gangguan jiwa, adanya prasasti mesir kuno yang bertuliskan nama orang yang dimasuki roh jahat dan telah dilubangi kepalanya. Tahun berikutnya penanganan di lakukan lebih kejam lagi, seperti dibakar, dipukuli, diceburkan dalam air yang dingin atau pemberian syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang.
2.      Zaman yunani
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Para leluhur yunani percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan karna tidak berfungsinya organ pada otak. Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter , walaupun sebagian orang masih ada yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Mereka menggunakan pendekatan tindakan seperti : ketenangan, gizi yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas rekreasi.
Selama abad 7 sebelum masehi, hypocrates menjelaskan perubahan prilaku dan gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4 cairan hormon yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. Seorang dokter yunani yang bernama Galen menegaskan bahwa emosi atau kerusakan mental di hubungkan dengan otak.
Pada zaman ini, orang yunani menjadikan kuil sebagai rumah sakit jiwa dan menyediakan lingkungan udara bersih, sinar matahari dan air yang bersih, melakukan aktivitas bersepeda dan mendengarkan suara air terjun sebagai contoh penyembuhan penyakit jiwa. Namun, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara orang kaya yang mangalami gangguan jiwa dirawat di rumah sendiri.
Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa. Bersamaan dengan itu, Herophillus dan Erasistratus meriset gagasan yang dikemukakan oleh dokter Galen tentang hubungan emosional dengan otak. Mereka memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak, sehingga mereka mempelajari anatomi otak pada binatang. Kurang puas hanya mempelajari otak, sehingga mereka berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh hewan.
3.      Zaman vesalius
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka akhirnya ia dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena bisa menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
4.      Masa pertengahan dan zaman revolusi prancis I
Setelah gangguan jiwa dinyatakan sebagai penyakit pada zaman vesalius. Pada era ini disebut juga era alienation, social exclusion, confinement. Para dokter menjelaskan gejala yang sering terjadi seperti : Depression, Paranoid, Delusions, Hysteris, Nightmares. Pembentukan rumah sakit jiwa pertama terjadi pada masa ini yaitu di england dengan nama Bethlehem Royal Hospital. Kemudian diikuti oleh Philipe Pinel, seorang dokter Perancis yang membuka sebuah rumah sakit untuk seorang penderita jiwa / mental di pilih kota La Bicetre, Paris. Dia memulai dengan tindakan kemanusiaan dan advokasi, melalui observasi perilaku, riwayat perkembangan dan menggunakan komunikasi dengan penderita.
Phillipe Pinel, saat itu menjabat sebagai direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi humanisme dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality, Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh murid-murid Pinel sampai Revolusi II. Tidak sampai disitu, muncul juga Wayer sebagai dokter jiwa pertama di jerman yang bisa menjelaskan gangguan jiwa melalui kategori diagnostiknya.
5.      Revolusi kesehatan jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-masing.
Sebut saja Bejamin Rush, dia disebut Bapak Psikiatric Amerika. Pertama menulis buku tentang Pskiatric Amerika dan banyak tindakan kemanusian untuk penderita penyakit mental/jiwa. Tahun 1783, masa tindakan moral dan bekerjasama dengan rumah sakit Pennsylvania. Tahun 1843, Thomas kirkbridge memberikan pelatihan di rumah sakit Pennsylvania untuk membantu dokter merawat pasien penyakit jiwa. Tahun 1872, New England Hospital dibuka untuk perempuan  & anak, dan Women’s Hospital di Philadelphia mendirikan sekolah perawat, tetapi tidak untuk pelayan pskiatrik. Setelah itu Dorothea Lynde Dix, seorang pengajar yang memberikan contoh penderita penyakit jiwa.
Tahun 1882 Pendidikan keperawatan jiwa pertama di McLean Hospital di Belmont, Massachusetts. Dan Tahun 1890 siswa perawat menjadi staff keperawatan di rumah sakit jiwa. Perawat mendapat tugas dan diharapkan mengembangkan ketrampilan dalam memberikan pengobatan melalui asuhan keperawatan. Diakhir abad 19 mengalami perubahan atau perkembangan menjadi cohtoh pengobatan dari perawat pskiatrik.
6.      Revolusi kesehatan jiwa III
Pada masa abad 20, perubahan mengenai kesehatan mental sangat besar dipengaruhi oleh Clifford Beers dengan diterbitkannya buku yang berjudul A Mind That Found Itself (1908). Dia menulis bukunya berdasarkan pengalaman dan observasi selama 3 tahun sebagai pasien di rumah sakit jiwa. Beers menggunakan pengaruhnya untuk membentuk  National Society for Mental Hygiene tahun 1909, sekarang dikenal dengan National Association for Mental Health. Sebagai hasilnya, banyak dibangun rumah sakit jiwa di daerah pedesaan, dimana pasien akan mendapatkan udara segar, sinar matahari dan lingkungan alami.
Pada tahun 1915, Linda Richards, lulusan Perawat pertama di AS dan sering disebut sebagai perawat psikiatrik pertama di AS, menganjurkan pelayanan yang sama terhadap pasien penyakit jiwa dengan pasien penyakit fisik. Dia menempatkan asuhan pada pasien penyakit jiwa memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi dan siswa tidak terpengaruh. Pengalaman klinik di rumah sakit jiwa memberikan kesempatan kepada siswa perawat untuk mempunyai kemampuan tersebut. Banyak kemajuan terlihat di National Commettee on Mental Hygiene and the American Nurses Association yang mempromosikan pendidikan kepada pasien penyakit jiwa dengan menerbitkan journal. Buku – buku tentang keperawatan jiwa  ditulis dan dewan National League for Nursing mendiskusikan pendidikan Diploma keperawatan psikiatrik (1915-1935).
Pengalaman klinik di Rumah Sakit Jiwa merupakan bagian terpenting dari dasar pengalaman siswa perawat dan sudah distandarisasikan pada tahun 1937. Pada tahun 1939 hampir semua sekolah perawatan memberikan pembelajaran keperawatan psikiatri untuk siswa, tetapi belum dapat diakui sampai dengan tahun 1955. Pada tahun 1963, Gerakan Kesehatan Mental Masyarakat mendirikan pusat kesehatan masyarakat.
Maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.

b.      Sejarah keperawatan jiwa di indonesia
Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiea, misalnya dalam cerita Mahabrata dan Ramayana dikenal adanya “Srikandi Edan”, Gatot Gaca Gandrung”. Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperalakukan pada zaman dahulu kala di Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa tindakan terhadap penderita gangguan jiwa sekarang dianggap sebagai warisan dari nenek moyang kita, maka kita dapat membayangkan sedikit bagaimanakah kiranya paling sedikit sebagian dari jumlah penderita gangguan jiwa itu ditangani pada jaman dulu. Adapun tindakan yang dimaksud adalah dipasung, dirantai atau diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau di hutan (bila sifat gangguan jiwanya berat dan membahayakan). Bila tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat malahan ada kalanya diperlakukan sebagai orang sakti, Mbah Wali atau medium (perantara antara roh dan manusia).

1.      Zaman kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para ganggguan jiwa ditampung di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata tempat RS yang disediakan tidak cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus terhadap penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, hasilnya ada kira-kira 600 orang penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, 200 orang lagi di daerah-daerah lain. Keadaan demikian untuk penguasa pada waktu itu sudah cukup alasan untuk membangun RS Jiwa. Maka pada tanggal 1 Juli 1882, dibangun Rumah Sakit Jiwa pertama di Bogor, kemudian berturut-turut RSJ Lawang pada 23 Juni 1902), RSJ Magelang pada tahun 1923 dan RSJ Sabang pada tahun 1927. RSJ ini tergolong RS besar dan menampung penderita gangguan jiwa menahun yang memerlukan perawatan lama.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macaam tempat perawatan penderita psikistrik, yaitu:
a)      RS Jiwa (Kranzinnigengestichten)
Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ terus penuh, sehingga terjadi penumpukan pasien sementara, tempat tahanan sementara kepolisian dan penjara-penjara. Maka dibangunlah “annexinrichtingen” pada RS ysng sudah ada seperti di Semplak (Bogor) tahun 1931 dan Pasuruan (dekat Lawang) tahun 1932.
b)       RS Sementara (Doorgangshuizen)
Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang dipulangkan setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke RS Jiwa yang didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Palemnbang, Bali Banjarmasin,Manado dan Medan.
c)      Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS Jiwa tetap dikepalai seorang perawat berijazah dan dibawah pengawasan dokter umum.
d)     Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang, pasien dapt bekerja dalam bidang pertanian serta tinggal dirumah penduduk, tuan rumah diberi uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan.
Tempat diatas dibangun jauh dari kota dan bersifat isolasi dengan alasan :
a.       Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan ia sakit, oleh sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang, sehingga terbiasa dengan suasana rumah sakit.
b.      Menghidari stigma (cap yang tidak baik)
2.      Zaman setelah kemerdekaan
      Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesahatan jiwa, Oktober 1947 Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950 pemerintah RI menugaskan untuk melaksanakan hal-hal yang dianggap penting bagi penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini bernaung di bawah Departemen Kesehatan; tahun 1985 diubah menjadi Urusan Penyakit Jiwa; 1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; dan tahun 1966 menjadi Direktorat Kesehatan Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur Kesehtan Jiwa atau Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa.
      Dengan ditetapkannya  UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh pemerintah, maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat kesehatan jiwa mengadakan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan fakultas kedokteran, badan internasional, seminar nasional dan regional Asia serta rapat kerja nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan, tersusun PPDGJ I tahun 1973 dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.
      Pihak swasta pun lebih memikirkan masalah kesehatan jiwa, terutama di kota-kota besar. Di Jakarta, kemudian di Yogyakarta dan Surabaya serta beberapa kota lainnya didirikan sanatorium kesehatan jiwa. RSU pemerintah dan RS ABRI menyediakan tempat tidur untuk pasien gangguan jiwa dan mendirikan bagian psikiatri, demikia pula RS swasta seperti RS St. Carolus di Jakarta, RS Maria (Minahasa). Di Jakarta dan Surabaya telah didirikan Pusat Kesehatan Jiwa Masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa berkembang pesat pada Perang Dunia II karena menggunakan pendekatan metode pelayanan public health service. Konsekuensinya, peran perawat jiwa juga berubah dari peran pembantu menjadi peran aktif dalam tim kesehatan, untuk mengobati penderita gangguan jiwa. Pada masa kini, perawatan penderita gangguan jiwa lebih difokuskan pada basis komunitas. Ini sesuai dengan hasil Konferensi Nasional I keperawatan Jiwa (Oktober, 2004), bahwa pengobatan akan lebih difokuskan dalam hal tindakan preventif

B.     Perspektif Keperawatan Jiwa
Perspektif keperawatan jiwa adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadi kerangka dasar dalam praktik keperawatan jiwa. Setiap individu memiliki harkat dan martabat, sehingga masing masing individu perlu dihargai. Tujuan individu meliputi : tumbuh, sehat, otonomi dan aktualisasi diri. Masing masing individu berpotensi untuk berubah, karena kita tahu bahwa manusia adalah makhluk holistik yang kebutuhannya berbeda. Semua prilaku individu itu bermakna meliputi : pikiran, persepsi, perasaan dan tindakan.
Beberapa keyakinan mendasar yang digunakan dalam keperawatan jiwa antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 1998).
a.       Individu memiliki harkat dan martabat, sehingga setiap individu perlu dihargai.
b.      Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
c.       Setiap individu mempunyai potensi untuk berubah.
d.      Manusia adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan sebagai manusia yang utuh.
e.       Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
f.       Semua perilaku individu adalah bermakna.
g.      Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
h.      Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, yang dipengaruhi oleh kondisi genetik, lingkungan, kondisi stres, dan sumber yang tersedia.
i.        Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu.
j.        Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
k.      Kesehatan mental adalah komponen kritis dan penting dari pelayanan kesehatan yang komprehensif.
l.        Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk kesehatan fisik dan mentalnya.
m.    Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan, memaksimalkan fungsi (meminimalkan kecacatan/ketidakmampuan), dan meningkatkan aktualisasi diri.
n.      Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan pada individu.

C.    Isu tentang Keperawatan Jiwa
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional mapun global. Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian terhadap keperawatan jiwa diantaranya :

1.      Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini, bicara tentang kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi, malahan harus dimulai dari masa pra nikah. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan mental dan fisik seseorang dimasa yang akan datang, diantaranya :
·         Van de carr (1979) menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari seorang ayah yang menggeluti musik juga, pola polanya sudah dipelajari bayi dalam kandungan pada saat bayi belum lahir karna sudah terpapar suara komposisi musik.
·         Marc lehrer, seorang ahli dari university of california menemukan bahwa 3000 bayi yang diteliti dengan diberi stimulus dini berupa suara, musik cahaya dan getaran, ternyata setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan emosi yang lebih baik.
·         Mednick (1988) melaporkan penemuan yang menarik tentang hubungan skizofernia dengan infeksi virus dalam kandungan. Kita tahu bahwa skizofernia dianggap sebagai penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan. Anggapan tersebut keliru, skizofernia dapat disembuhkan dan dapat dideteksi saat dini. Mednick membuktikan bahwa seseorang yang terkena suatu wabah penyakit pada trimester kedua dalam kandungan mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita skizofernia.
2.      Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah kesehatan jiwa akan meningkat di era globalisasi, sudah terbukti dua tahun terakhir dari data yang diterima menunjukkan bahwa penderita gangguan jwa meningkat tiap tahunnya, hal ini dikarenakan beban hidup yang semakin berat. Klien gangguan jiwa tidak lagi didominasi kalangan bawah tetapi kalangan mahasiswa, PNS, pegawai swasta dan kalangan professional. Penyebab dikalangan menengah ke atas sebagian besar akibat tidak mampu mengelola stress dan ada juga akibat post power syndrome atau mutasi jabatan.

3.      Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, dan lilitan ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Menurut Aris Sudiyanto (guru besar ilmu kedokteran jiwa universitas sebelas maret), ada tiga golongan penyebab dari gangguan jiwa ini.
·         Gangguan fisik, biologis dan organik. Penyebabnya adalah faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi, kecanduan alkohol dan lain lain.
·         Gangguan mental, emosional dan kejiwaan. Penyebabnya adalah salahnya pola pengasuhan hubungan patologis diantara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik dan tekanan krisis.
·         Gangguan sosial atau lingkungan. Penyebabnya berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orang tua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, keuangan, perkembangan diri dan lain lain).
4.      Kecenderungan situasi di era globalisasi
Perkembangan IPTEK yangg begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut mampu memberikan askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus membekali diri dengan bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.
5.      Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesesehatan termasuk keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas. Tenaga kesehatan terutama perawat jiwa harus mempunyai standar global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan. Fenomena  masalah kesehatan jiwa, indikator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan lagi masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada konteks kehidupan sosial. Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa bukan lagi sehat atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi social.
Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih kepada pencegahan (preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base menjadi community  base.
6.      Kecendrungan penyakit
Tahun 2020 diseluruh dunia akan terjadi pergeseran penyakit, dimana penyakit infeksi akan dapat dikendalikan, AIDS akan terus menjadi masalah utama. Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “ The Global Burdan Of Desease”, adanya indikator baru, yaitu Disabiliyty Adjusted Life Year (DALY), diketahuilah bahwa gangguan jiwa meruapakan masalah kesehatan utama secara internasional. Perubahan sosial ekonomi yang cepat dan situasi sosial politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan kejahatan, sehingga dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan dalam kehidupan.

a.       Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder
Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang umum di alami manusia dalam kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akhir menjadi tidak produktif. Trauma bukan semata mata gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
b.      Meningkatnya Masalah psikososial
Lingkup kesehatan jiwa sangat luas dan kompleks, juga saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU No. 23 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Psikiatri, masalah kesehatan jiwa secara garis besar digolongkan menjadi :
·         Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup, yaitu masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna dan nilai nilai kehidupan manusia.
·         Masalah psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat terjadinya perubahan sosial, meliputi : psikotik gelandangan, pemasungan penderita gangguan jiwa, masalah anak jalanan, masalah anak remaja (tawuran, kenakalan), penyalaggunaan Narkotik dan psikotropik, masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll), tindak kekerasan sosial (kemiskinan, penelantaran tidak diberi nafkah, korban kekerasan pada anak, dll), stress pasca trauma (ansietas, gangguan emosional, berulang kali merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasan, penyerangan/ penganiayaan fisik/ seksual, termasuk pemerkosaan, terorisme, dll), migrasi ( masalah psikis/ kejiwaan akibat perubahan sosial, seperti cemas, depresi, stress pasca trauma, dll), masalah usia lanjut yang terisolasi, masalah kesehatan tenaga kerja di tempat kerja (penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dll)

c.       Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam, angka kejadian terus meningkat. Metode yang paling disukai seperti menggunakan pistol, menggantung diri dan minum racun. Keberhasilan bunuh diri pada pria lebih banyak 3 x dari wanita. Bunuh diri merupakan suatu tindakan mencabut nyawa sendiri dengan sengaja (jalan pintas yang dikutuk Tuhan). Latar belakang terjadinya bunuh diri beragam seperti asmara, pekerjaan, problem rumah tangga dan ekonomi.
d.      Masalah Napza dan HIV/ AIDS
Sangat berkaitan dan merupakan dampak dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Di negara kita yg mendukung merebaknya Napza adalah perangkat hukum yg lemah. Seiring dengan merebaknya pemakaian Napza adalah pertumbuhan HIV/ AIDS, ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban. Khususnya tenaga kesehatan harus berpartispasi dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan masalah Napza.
e.        Paterrn of Parenting dalam Kep. Jiwa
Dengan banyaknya kasus bunuh diri dan depresi pada anak, maka pola asuh keluarga kembali menjadi sorotan. Pola asuh yang baik adalah pola asuh dimana orang tua menerapkan kehangatan yang tinggi disertai dengan kontrol yang tinggi. Kehangatan yang dimaksud adalah bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang menyenangkan bagi anak terutama saat rekreasi, belajar dan berkomunikasi. Orang tua menjadi teman dalam ekspresi feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya. Kontrol yang tinggi dengan cara anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di rumahnya. Kemandirian menjadi hal yang sangat penting dalam kesehatan jiwa, karena akan memiliki self confidence yang cukup.
f.       Masalah Ekonomi dan Kemiskinan
Pengangguran telah menyebabkan rakyat indonesia semakin terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah teragitasi, kekebalan menurun dan infrastruktur yang masih rendah menyebabkan banyak rakyat mengalami gangguan jiwa. Masalah ekonomi paling dominan mjd pencetus gangguan jiwa di Indonesia.